Bismillahirohmanirohim.
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan
Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang besar di
Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 13 Januari 1926 dan bergerak di bidang
pendidikan, sosial, dan ekonomi.
1 Sejarah NU
2 Paham Keagamaan
3 Basis Pendukung
4 Tujuan dan Usaha Organisasi
4.1 Tujuan Organisasi
4.2 Usaha Organisasi
5 Struktur Organisasi
6 Jaringan Organisasi
1 Sejarah NU
2 Paham Keagamaan
3 Basis Pendukung
4 Tujuan dan Usaha Organisasi
4.1 Tujuan Organisasi
4.2 Usaha Organisasi
5 Struktur Organisasi
6 Jaringan Organisasi
Sejarah NU
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang
dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi,
telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa
ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut
dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus
menyebar ke mana-mana – setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan
ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai
organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,
merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan,
seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun
1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri”
(kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan
keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar,
selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang
berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal
yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan
sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena
dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum
modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad
Dahlan maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan
pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan
penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren
dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925.
Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam
Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan
mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim
Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan
kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka
kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite
Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite
Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu
Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas
dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran
internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan
kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan
peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat
embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi
yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan
zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul
kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (13 Januari 1926). Organisasi ini
dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H.
Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga
merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian
diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga
NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Paham Keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama’ah, sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya
al-Qur’an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan
realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti
Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian
dalam bidang fikih mengikuti empat mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan
Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1985, merupakan
momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil
kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Basis Pendukung
Jumlah warga NU yang merupakan basis pendukungnya
diperkirakan mencapai lebih dari 80 juta orang , yang mayoritas di pulau jawa,
kalimantan, sulawesi dan sumatra dengan beragam profesi, yang sebagian besar
dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki
kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang
sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah.
Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang
merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan
pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak
yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis
NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan,
juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basisi
intelektual dalam Nu juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas
sosial yang terjadi selama ini.
Tujuan dan Usaha Organisasi
Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama’ah
di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Usaha Organisasi
Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Struktur Organisasi
Pengurus Besar (tingkat Pusat)
Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)
Pengurus Besar (tingkat Pusat)
Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang,
setiap kepengurusan terdiri dari:
Mustayar (Penasihat)
Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Mustayar (Penasihat)
Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
Tanfidziyah (Pelaksana harian)
Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
Tanfidziyah (Pelaksana harian)
Jaringan Organisasi
Hingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi NU meliputi:
31 Wilayah
339 Cabang
12 Cabang Istimewa
2.630 Majelis Wakil Cabang / MWC
37.125 Ranting
31 Wilayah
339 Cabang
12 Cabang Istimewa
2.630 Majelis Wakil Cabang / MWC
37.125 Ranting
Situs Resmi Nahdlatul Ulama : http:// www.nu.or.id
Kita menghendaki kebangkitan yang tidak terbatas pada ibadah dan perbuatan mandub saja. Akan tetapi, kita menghendaki kebangkitan atas hukum-hukum Islam keseluruhan baik dalam pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, hubungan luar negeri, tsaqafah dan pendidikan, politik dalam negeri dan luar negeri dan dalam seluruh urusan umat, baik secara individu, kelompok maupun negara, sebagaimana Rasulullah Saw. dan para Shahabat.
BalasHapus